Jumat, 18 April 2014

Goodbye Days


Langsung saja ya.

Cerita ini terinspirasi dari lagu Yui yang judul nya Goodbye Days. Memang lagu nya keren banget, terus makna nya bagus :’) saya sendiri nulis nya sampe abis 2 kardus tissue ;’) #abaikan.

Karakter nya OC semua, Nana itu cewek berambut peach panjang dengan poni menyamping. Mata nya berwarna oranye gelap. Nah, sementara Yukio itu, cowok ganteng dengan rambut coklat dengan warna mata yang senada.

Yak, bisa atau enggak, kalian harus bisa bayangin. Nyaa ~

Happy Reading^^~~~~


“Kita tidak bisa berbuat banyak lagi, kanker yang di idam nya sudah semakin parah”

Setidak nya itulah yang samar samar ku dengar dari dokter Hiro. Aku tidak merasa terlalu terkejut, karena aku sudah tau, cepat atau lambat, ini semua akan terjadi. Aku mengerti kesedihan semua orang yang ada di sekeliling ku. Namun, hanya diam yang bisa aku lakukan..

Umurku mungkin hanya sekitar enam sampai delapan bulan lagi untuk hidup. Meskipun begitu, aku tidak sepenuh nya siap untuk mati. Tentu saja, aku berharap akan ada keajaiban yang bisa membuatku hidup sedikit saja lebih lama dari apa yang di vonis dokter Hiro dan dokter lain nya.

Hari ini adalah hari Rabu, hari kesukaan ku dari tujuh hari yang ada. Bukan berarti aku membenci hari lain nya, namun aku selalu merasa bahwa Hari rabu adalah hari yang paling tenang untuk ku.

Aku melihat nya lagi. Laki laki itu. Orang yang berasal dari kelas C, yang sejak awal masuk tahun ajaran baru aku perhatikan. Ku rasa, aku mencintai nya. Tidak heran kan ? orang sepertiku juga berhak merasakan cinta. Namun aku merasa ada yang salah. Aku merasa, aku tidak akan bisa mencintainya dengan baik.. itu semua bukan kemauan ku, tetapi itu adalah keterbatasanku.

Aku sangat suka bernyanyi. Aku sudah menciptakan berbagai lagu sendiri. Tentu saja aku bisa bermain gitar. Walaupun aku tidak pernah memikirkan kunci nya, namun aku hanya asal memetik nya sehingga bisa menjadi alunan yang cocok menjadi pengiring laguku.

Hari ini aku memutuskan untuk menyapa nya. Setidak nya, aku ingin sedikit saja mengenal nya. Melihat nya dari jauh, sudah cukup membuat hari hariku sedikit lebih baik. Namun,, aku juga ingin mendengar suara nya. Aku ingin berbicara dengan nya.. aku ingin tertawa bersama nya. Setidak nya, itulah hal yang aku inginkan saat ini.

Aku melihat nya dari dekat. Hatiku berdebar. Dia duduk bersimbah keringat di dahi nya. Kegiatan club basket telah selesai. Ini adalah kesempatanku untuk mengenal nya lebih dekat lagi.

“Anoo..” gumamku tidak jelas, tentu saja, aku merasa sedikit grogi.
Orang itu menoleh dengan senyuman nya. Rambut coklat nya terlihat sedikit basah dengan peluh yang juga mengenai nya. Aku menyukai nya.

“Hai ?” Tanya orang itu ramah padaku. Melihat respon nya, aku pun semakin bersemangat untuk sedikit saja lebih dekat dengan nya.

“Apa ikut club basket itu melelahkan ?” tanyaku sekedar basa basi untuk menghilangkan keraguanku.

“Yahh..” ucap orang itu lalu menggeser duduk nya dan menepuk nepuk bangku di sebelah nya, yang ku artikan untuk mempersilahkan aku duduk di sana. “Cukup melelahkan, namun aku menikmatinya” lanjut nya lagi sambil melihat ke arah lapangan basket. Aku ikut melihat ke arah lapangan itu. Ku dengar ia sangat menyukai basket. Aku juga ingin melihat dunia yang sangat ia sukai.

“Mengapa kau bertanya soal itu ? apa kau tertarik dengan basket ?” Tanya orang itu lagi kembali menoleh ke arah ku. Aku merasa pipiku memanas karena ia melihat ke arah ku. Ini pertama kali nya untuk ku dekat dengan nya.

“Aku cukup tertarik.. namun mungkin aku tidak bisa bergabung” ucapku pelan.

“Tidak bisa bergabung ? kenapa ?” Tanya orang itu. Aku merasa aku salah berbicara. Tidak seharus nya ia tau soal diriku yang sebenar nya.

“ah.. tidak.. aku tidak di izinkan ikut club oleh orang tua ku, karena itu hanya akan menghabiskan waktu istirahatku” jawabku asal. Aku tidak ingin ia menganggapku orang yang lemah. Dia hanya mengangguk kecil sambil tersenyum padaku.

“ku rasa aku tertarik berteman denganmu” ucap nya kemudian membuatku amat terkejut. Dia tertarik denganku ? rasa nya seperti mimpi bagiku. Oh Tuhan, aku benar benar senang.. terimakasih sudah memberikan aku kebahagiaan yang sangat besar ini.

“Aku Yukio Iwasaki, siapa namamu ?” Tanya nya lalu mulai menatap mataku. Aku membuang tatapanku ke arah lain. Namun aku juga menjawab pertanyaan nya. “Nana.. Nana Morashita” jawabku sedikit malu malu. 

Dia tersenyum lagi. “Nana-chan ya ?” ucap nya lalu kembali melihat ke arah lapangan basket di depan kami.

Namun aku merasa sesuatu yang tidak beres. Kepalaku sangat sakit. Aku merasa pusing lagi untuk kesekian kali nya. Aku pun segera berpamitan dengan nya dan menuju kamar mandi sekolah, sambil terus menutup hidungku dengan sapu tangan yang selalu aku bawa.

Aku tau, Yukio melihatku dengan heran. Aku tidak tau, apakah dia akan menganggapku lemah atau apa, tapi aku berharap, bahwa ia hanya menganggap aku terkena demam biasa saja.

Aku melihat cermin. Darah. Hidungku kembali mengeluarkan darah. Wajahku terlihat sangat pucat. Aku pun duduk di salah satu sekat kamar mandi. Aku terdiam saat itu. Aku berani.. aku cukup berani mendekati nya, dengan keadaanku yang seperti ini..

Aku mengeluarkan obat yang biasa aku minum setiap hari nya untuk mengurangi rasa sakit ini. Tentu saja, obat ini tidak akan menyembuhkan penyakitku seutuh nya. Ya.  Hanya sekedar peredam rasa sakit saja.

“Aku sudah memutuskan untuk bertemu denganmu.. karena aku ingin engkau mendengarkan lagu yang ada di saku ku.. Sekarang semua nya sudah berubah.. bahkan masa lalu yang sudah begitu lama..”

Aku mulai menciptakan sebuah alunan lagu untuk nya. Lagu sederhana yang hanya bisa di sebut bait puisi. Namun aku dapan menyanyikan nya dengan baik. Aku merekam nya. Menyimpan nya di folder handphone ku. Aku akan memberanikan diriku untuk memberikan nya lagu ini. Aku menciptakan sebuah lagu, bagaimana seorang wanita menyukai seorang pria, awal pertemuan mereka yang singkat lalu di akhiri dengan perpisahan. Setidak nya mungkin itu yang akan ku alami nanti.
Aku akan memberikan nya hari Rabu. Karena itu adalah hari kesukaan ku. Dia juga sudah berjanji akan makan bersamaku di atap sekolah. Aku mulai belajar membuat makanan selama tiga hari. Aku terus mencoba tanpa henti.
Hasilnya, di sana lah aku. Dengan sandwich daging yang dengan percaya diri aku bawa sedikit lebih untuk nya.

Dia di sana. Duduk sambil mendengarkan music dari headphone nya. Ia sangat tampan. Itulah yang terlintas di pikiranku untuk saat ini.

“Yukio-san” panggilku. Ia menoleh sedikit lalu melepas headphone nya sambil tersenyum. “Maaf aku terlambat” ucapku merasa tidak enak lalu duduk di sebelah nya. Yukio hanya tersenyum dan menggeleng pelan. “Tidak, aku juga belum lama datang” ucap nya membuatku sedikit tenang.

“Aku membawa cukup bento untuk kita berdua, kau mau mencoba nya ?” tanyaku sambil membuka kotak bento ku dan menyodorkan itu kepadanya. “hmm ? sandwich daging” ucap nya lalu mengambil sebuah sandwich yang ada di kotak makanku. Dia melahap nya dengan lebar. Aku sangat senang ia mau memakan makanan buatanku. “Umae..!” ucap nya lalu menoleh ke arah ku sambil tersenyum hangat. Kebahagiaanku semakin bertambah saat ia mengatakan hal itu. “boleh aku ambil lagi ?” Tanya nya padaku. Aku tersenyum mendengar nya, dan aku mengangguk lalu menyodorkan kotak makan ku.

Kami makan bersama, setelah aku membereskan kotak makan ku, aku mengumpulkan keberanianku, untuk meminta nya mendengarkan lagu yang aku ciptakan. Aku mengeluarkan earphone yang selalu ku bawa, lalu mulai mengatakan nya. “Yukio-san, apa kau mau mendengarkan sebuah lagu ?” tanyaku kepada nya yang sedang melihat langit. Ia menoleh padaku seakan bertanya ‘ada apa ?’
“Aku membuat sebuah lagu, apa kau mau mendengar nya ?” tanyaku sambil menunjukan satu earphone, sedangkan yang satu lagi sudah ku pakai di telinga kanan ku. Yukio terlihat tidak percaya, lalu tersenyum dan mengambil earphone di tanganku lalu mulai memasang ke telinga nya.

“kuberikan satu sisi earphone ku padamu. Perlahan musikpun mulai mengalir. Bisakah aku mencintaimu dengan baik ? tapi kadang aku tak merasa begitu”

Tiga bulan berlalu sejak kejadian membahagiakan itu. Aku semakin dekat dengan nya. Aku tau, aku memang sangat mencintai nya. Seiring semakin bertambah nya rasa cintaku, penyakit yang aku derita juga bertumbuh semakin parah.

Di musim semi ini, dimana bunga sakura bermekaran, aku kembali masuk ke rumah sakit. Kondisiku semakin memburuk. Aku mengalami kritis selama dua minggu. Ketika aku terbangun, Saraf saraf otot di kaki ku tidak bisa bekerja dengan baik lagi. Terkadang aku merasakan lumpuh sementara, namun untuk kali ini, aku sudah benar benar tidak bisa menggerakkan nya lagi, sudah tidak bisa merasakan nya lagi. Aku sudah tidak bisa berjalan. Aku tidak akan pergi ke sekolah lagi. Aku hanya akan menghabiskan waktu ku di kursi roda dan rumah sakit. Menyakitkan memang. Namun aku tidak bisa mengubah takdir ini.

Aku ingin melihat Yukio.. Aku ingin mendengar suara nya.. aku ingin berjalan bersama nya seperti saat itu.. saat aku masih bisa berjalan.. Namun aku benar benar tidak bisa mencintai nya dengan baik. Aku seharus nya sadar, aku mempunyai penyakit yang membuatku tidak bisa terus berada di sisinya. Tapi aku tetap meyakinkan diriku, bahwa semua hal akan berjalan baik baik saja.
Yukio tidak bisa menemui ku, ia tidak tau kabar dan rumahku. Ia mungkin bertanya pada beberapa temanku, dan mungkin ia pergi ke rumahku. Namun aku tidak akan pernah berada di rumah itu cukup lama, karena sisa hidupku, akan ku jalani di ruangan rumah sakit ini.

Aku kembali menangis. Mengingat akan usia ku yang akan habis. Akan habis di telan kanker ini. Kanker yang akan merenggut nyawaku. Kanker yang akan merenggut kebahagiaanku. Kanker yang akan membuat orang di sekitarku sedih.
Okaa-san selalu mengurusku, Otou-san selalu menemaniku saat malam tiba. Aku adalah anak tunggal. Satu satu nya yang mereka miliki. Jika kelak aku pergi, siapa yang akan menjaga mereka ? siapa yang akan mendengar candaan mereka saat makan malam ? siapa yang akan memijat punggung mereka di saat mereka mulai lelah ? siapa yang akan menutun mereka berjalan saat kelak mereka tua nanti ?
Okaa-san dan Otou-san sudah bekerja keras demi biaya pengobatanku. Mereka bekerja seharian tanpa kenal lelah. Aku selalu melihat Okaa-san duduk terdiam di ruang keluarga. Terdapat kantung mata hitam menggelayut di mata nya.. Aku selalu menyusahkan mereka. Otou-san selalu tersenyum di depanku, namun aku melihat nya beberapa kali menangis di meja dapur sambil meminum beberapa gelas air di tengah malam.

Jika aku pergi, apakah beban mereka akan berkurang ? Apakah Okaa-san bisa kembali menjadi wanita yang kuat, tanpa kantung hitam menggelayut di bawah mata nya ? Akankah otou-san menjadi ayah yang kuat seperti dulu lagi ? Bisakah mereka beristirahat dari kepenatan mencari nafkah untuk menyelamatkan hidupku ?

Tuhan, aku sungguh ingin membuat mereka bahagia. Aku tidak ingin melihat Okaa-san dan Otou-san terlalu memaksakan diri untuk ku yang tidak akan pernah sembuh ini.

Yukio-san adalah temanku, juga orang yang aku cintai. Tapi, bisakah aku memintanya untuk menjaga kedua orang tua ku saat aku pergi nanti ? Mungkin terlalu lancang untuk meminta hal itu pada nya. Namun, aku sangat berharap Yukio-san mau melakukan nya walau hanya satu bulan.

“Jika bisa, aku tidak ingin memikirkan kesedihan. Tapi, hal itu akan datang lagi, kan ?”

Aku dekat dengan Yukio-san hanya selama 3 bulan. Apa aku harus berpisah dengan nya ? meninggalkan semua kenangan kebahagiaanku bersama nya ?
Aku berharap ia selalu ada di sisiku, karena kelembutan Yukio-san sudah menyentuh hatiku yang paling dalam. Tapi, apakah pantas jika aku meminta nya untuk selalu ada di sisiku, sementara kelak aku akan meninggalkan nya ? Bukankah aku egois, jika meminta Yukio-san untuk ada di sisiku ? Aku mencintai Yukio-san, aku tentu berharap dia juga mencintaiku. Namun, aku tidak mau membuat nya jatuh cinta padaku, karena kelak itu hanya akan membuat nya sakit.

Hari demi hari berganti dengan minggu demi minggu. Keadaanku sudah benar benar memburuk. Hanya tangan dan leher yang bisa aku gerakkan. Terkadang aku tak sadarkan diri beberapa jam. Dan di saat aku terbangun, aku melihat okaa-san sedang menangis. Menggenggam erat tanganku. Aku selalu berkata pada nya, untuk tidak terlalu mengkhawatirkan ku. Aku sudah tidak bersekolah lagi. Kenapa ? tentu saja, berjalan saja aku tidak bisa, hanya menulis lah yang bisa kulakukan saat ini.

Saat itu hari rabu tanggal 24 November, aku terbangun dan di kejutkan dengan kehadiran seorang laki laki di sebelah ranjangku. Aku menatapnya dengan mataku yang sayu. Dia balas  menatapku. Mata nya terlihat redup dan memerah.
Oh Tuhan, apakah aku membuat nya menangis ?

Ia meletakkan sebuket lily putih, bunga kesukaanku, di sebelah ranjangku. Dan baru aku sadari, di sebelah bantalku, ada sebuah boneka beruang yang manis, yang bisa aku tebak, itu hadiah dari Yukio-san juga.

“ohayou, nana-chan” ucap nya pelan sambil tersenyum. Itulah hal pertama yang ia ucapkan padaku. Aku tersenyum kecil sambil menatap nya. Aku pun bertanya “Yukio-san, bagaimana kau tau aku di sini ?” Tanyaku lemah. Aku senang dia menemuiku. Aku senang bisa melihat wajahnya. Aku senang bisa mendengar suara nya. Tapi, aku tidak mau ia melihatku dengan keadaanku yang seperti ini.

Yukio-san terdiam beberapa saat sambil menunduk. Ia pun tersenyum kecil. “Aku mencarimu, dengan usahaku sendiri. Aku sangat terkejut.. kau tidak pernah menceritakan ini semua kepadaku” ucap Yukio lalu duduk di pinggir ranjang ku.
Aku tersenyum miris. “gomenasai.” Ucapku pelan membuat Yukio kembali menoleh padaku. Ia pun dengan lembut mengusap kepalaku.

“Kanker hati stadium akhir. Hidupku tidak akan lama lagi, Yukio-san” ucapku sambil tersenyum saat itu. Aku sedikit mengeluarkan airmata. Jujur saja, aku tidak mau mengatakan hal ini di depan orang yang aku cintai, tapi itu akan membuatnya semakin sakit jika ia tidak pernah tau hal ini.
Yukio hanya terdiam. Aku melihat ada airmata yang mendesak keluar dari mata nya. Namun sebelum airmata itu jatuh, ia sudah kembali menghapus nya dan kemudian menatapku.

“Yukio-san.. aku boleh minta sesuatu ?” tanyaku saat itu. Yukio-san mengangguk kecil menanggapi ucapanku.

“Berjanjilah, jika aku pergi, jaga Okaa-san dan otou-san. Kau bisa menganggap mereka sebagai orang tua mu. Aku tau, kau masih tertekan akan kepergian orangtua mu satu tahun lalu, jadilah pengganti untuk diriku. Okaa-san dan Otou-san sudah setuju akan permintaanku. Aku hanya harus meminta kepadamu” ucapku sambil menunduk dan kemudian tersenyum kepada nya.

Yukio-san terdiam cukup lama. Sampai akhir nya, aku benar benar melihat airmata nya menyeruak keluar. Ia pun segera memelukku dan menangis di pundak ku.

“Nana-chan.. doushite ?! kenapa kau baru memberitahukan nya kepadaku ? aku sangat ingin membuatmu bahagia.! Aku minta maaf, saat itu aku terlalu takut untuk mengatakan perasaanku padamu.! Aku terlalu lama menunggu kesempatan, untuk akhir nya berani mengungkapkan perasaanku.! Sekarang aku tidak akan punya waktu untuk membahagiakanmu!” ucap Yukio-san panjang lebar tepat di telingaku. Aku ingin menangis saat itu. Namun aku harus kuat di depan Yukio-san. Harus!

“Kau sudah membahagiakan ku selama ini, Yukio-san” ucapku menenangkan nya. 

“tertawa bersama, mendengarkan music bersama, melihat wajahmu, bertemu denganmu. Itu sudah cukup untuk membuatku bahagia” lanjutku lagi. Ia pun melepaskan pelukan nya dan menatapku dengan mata basah nya.

“Aku.. aku berjanji, aku akan menjaga orang tua mu..” ucap Yukio akhir nya. Itu sangat membuatku tenang dan bahagia.

“Arigatou, Yukio-san” ucapku akhirnya. Airmataku tidak bisa ku tahan lagi, Tuhan, jika aku boleh meminta, aku ingin tetap hidup. Aku ingin menjalani kehidupan bahagia ini. Aku ingin kembali sehat.. aku tidak tau, aku tidak akan kuat melihat mereka bersedih jika sudah tiba waktu ku nanti. Aku menyayangi mereka..

Hari demi hari berlalu, aku selalu di temani oleh Yukio-san. Ia memutuskan untuk berhenti sekolah dulu, agar bisa menemaniku. Yukio menyayangiku..

Aku merasa tidak enak hari ini. Hari ini adalah hari Rabu, 18 Desember. Hari bersalju ini seharus nya menjadi hari bahagia. Rabu adalah hari kebahagiaanku. Aku sangat menggigil dari biasa nya. Aku mengalami demam tinggi. Namun aku masih merasakan suhu dingin di seluruh tubuhku, tetapi aku berkeringat.
Yukio ada di sana, kemudian aku teringat akan hadiah yang ingin aku berikan. Hari ini, tanggal 18 Desember, adalah ulangtahun nya. Namun itu ada di kamarku. Aku tidak sempat membawa nya, karena saat itu aku tidak sadarkan diri, dan saat bangun aku sudah berada di sini. Di rumah sakit ini.

“Yukio-san..” panggilku lemah namun tetap tersenyum. Yukio-san yang tadi sedang membaca buku pun menutup buku nya dan menoleh kepadaku. “Nandesuka, nana-chan ?” Tanya nya lembut.

“Tanjoubi omedetou gozaimasu..” ucapku pelan, namun dia tersenyum kecil. Ia mengusap rambut panjang berwarna peach ku lembut. “Arigatou ne, nana-chan” ucap nya tanpa menghilangkan senyuman di wajah nya.

“Yukio-san, aku mempunyai hadiah untukmu.” Ucapku lalu aku menoleh kea rah vas bunga di sebelah mejaku. Yukio mengangkat vas bunga itu dan terdapat kunci di bawah nya.

“Itu adalah kunci lemariku, apakah kau mau pergi ke rumahku ? kamarku di lantai dua, masuk, dan bukalah lemari berwarna putih di sana. Di bagian paling atas, ada sebuah kotak berwarna peach. Itu hadiah untukmu” ucapku dengan penuh harap. Yukio menatapku ragu lalu ia bertanya “apa aku harus pergi sekarang ?” Tanya nya pelan. Aku hanya mengangguk kecil.

Ia pun menarik nafas panjang, lalu segera memakai syall dan mantelnya. “aku tidak ingin meninggalkanmu sendiri di sini, tapi kau ingin aku mengambilnya ya ?” ucapnya meyakinkan ku, aku hanya mengangguk kecil dan tersenyum.

“Sou. Aku akan kembali dengan cepat” ucap nya lagi sambil membenarkan selimutku. “Jaa.” Ia pun pergi meninggalkanku sendirian di ruang itu. Setelah ada Yukio-san yang menemaniku, Okaa-san dan Otou-san kembali bekerja untuk memenuhi biaya rumah sakitku. Aku merasa sangat bersalah pada mereka.

Aku menulis tentang hari hariku di buku ini. Dan mungkin ini menjadi yang terakhir. Aku senang bisa menuangkan kenanganku dalam buku ini.

Okaa-san, Otou-san.. aku menyayangi kalian. Maaf.. selama ini aku hanya bisa menyusahkan kalian. Maaf atas keterbatasan umurku. Maaf aku tidak bisa menemani kalian lagi. Maaf, aku tidak bisa menjadi penompang untuk kalian di saat kalian tua nanti.

Terimakasih, atas kasih sayang yang kalian berikan kepadaku. Terimakasih, atas  kerja keras yang kalian lakukan untuk ku. Terimakasih, atas peluh yang tidak pernah jenuh merawatku. Sekarang sudah saat nya bagi kalian untuk beristirahat dari semua kepenatan yang selama ini menghantui kalian.

Yukio-san.. Terimakasih, untuk semua nya. Untuk empat bulan kebahagiaan yang kita lalui bersama. Untuk kehangatan dan kelembutan yang selalu kau berikan padaku. Terimakasih untuk selalu berkorban untuk ku.
Kalian semua sangat berharga bagiku. Terimakasih, untuk terus berada di sisiku sampai akhir hidupku. Aku mencintai kalian.

O-Tanjoubi omedetou gozaimasu, Yukio-san..

“Saat aku menyenandungkan lagu yang sama.. Aku harap engkau berada di sisiku. Aku senang bertemu dengan dirimu yang lembut. Selamat tinggal hari hariku.. Goobye days..”

Tes..Tess..Tes..

Airmata Yukio berjatuhan setelah membaca semua isi buku yang di tulis Nana.
Saat ia kembali ke ruangan nana di rawat, Nana sudah tertidur. Tertidur lelap dengan senyuman hangat di wajah nya. Nana tidak lagi sakit. Ya. Dia sudah baik baik saja. Dia sudah tenang tanpa merasakan sakit yang di derita nya lagi, nana sudah tersenyum senang di surga.

“Nana-chan.. suki desu yo” gumam Yukio pelan. Airmata nya tidak juga berhenti mengalir. Sudah satu minggu berlalu sejak kepergian Nana, di tanggal 18 Desember, di hari ulangtahun nya. Hadiah yang akan selalu ia kenang, meskipun terdapat sisi kenangan buruk. Di hari itulah Nana pergi.
Saat Yukio pergi atas permintaan Nana untuk mengambil hadiah untuk nya.

Yukio menatap sebuah mp4 player di meja nya. Hanya ada 5 buah lagu di sana. Tentu saja, itu semua lagu yang Nana ciptakan untuk nya. Yukio tidak berani untuk mendengarkan lagu itu. Suara itu. Ya. Ia selalu saja menangis setiap kali mendengar suara Nana di lagu itu.

Namun kali ini, ia memberanikan diri untuk mendengarkan sebuah lagu berjudul Goodbye di playlist paling terakhir. Ia memasang earphone yang juga di berikan bersamaan dengan mp4 player itu.
 
“Aku berikan padamu satu sisi earphone ku.. Perlahan musikpun mulai mengalir.. Bisakah aku mencintaimu dengan baik ? Tapi kadang aku tak merasa begitu
Jika bisa, aku tidak ingin memikirkan kesedihan.. tapi hal itu akan datang lagi, kan ? di saat itu dengan senyum, Bagaimana aku mengatakan nya ? tidak apa jika aku harus berteriak ?
Saat Aku menyenandungkan lagu yang sama, aku harap engkau di sisiku. Aku sangat senang bertemu dengan dirimu yang lembut. Oh.. selamat tinggal.. Selamat tinggal hari hariku..”

Yukio kembali menangis mendengar lagu terakhir itu. 
"kau sudah berjuang selama ini, sudah saat kau beristirahat.." gumam nya seiring dengan airmata yang mengalir dari mata nya.

Ia memeluk sebuah boneka beruang yang pernah ia berikan pada Nana.
Ya. Saat ini ia tinggal di rumah Nana, di kamar Nana. Atas permintaan terakhir Nana, dan permintaan kedua orang tua nana.

Yukio pun sudah berjanji untuk selalu menjaga kedua orang tua Nana dan menganggapnya orang tua nya sendiri.

Ayah dan Ibu Nana pun juga sangat baik dan menerima Yukio. Mereka tau, Yukio anak yang baik. Ibu Nana sudah berhenti bekerja dan memutuskan mengurus rumah, sedangkan ayah nya sudah bekerja normal kembali.
Ia berharap, Nana senang melihat kedua orang tua nya sudah kembali seperti dulu lagi.

Rupanya lagu itu belum selesai. Terdengar suara suara berisik, seperti hendak berbicara atau mungkin menyampaikan sesuatu.

“Yukio-san.. Terimakasih atas hari harimu. Tanjoubi omedetou gozaimasu. Tersenyumlah saat mengingatku, jangan pernah menangis. Aku selalu memerhatikan kalian dari surge. Jaga juga okaa-san dan otou-san. Aku mencintaimu Yukio-san”

Benar saja, Nana menyampaikan pesan terakhirnya di bagian akhir lagu yang ia ciptakan. Yukio tidak bisa berhenti menangis. Ia melihat keluar jendela. Melihat ke langit malam yang di hiasi bintang.

Sekilas ia melihat wajah Nana di antara bintang bintang sedang tersenyum, dan juga kedua orang tua kandung nya yang ikut tersenyum padanya. Yukio pun menghapus airmata nya dan tersenyum kecil.


Yukio kembali ke pemakaman. Sudah seminggu berlalu semenjak kepergian Nana. Namun Yukio masih saja terus menangis saat ia melihat foto Nana. Mendengar suara Nana. Membaca buku harian Nana.

Ia berjongkok di samping sebuah makam. Makam yang bersih di tutupi oleh salju yang putih. Ia meletakkan sebuket lily putih, bunga kesukaan Nana di atas makam nya. Ia kembali menatap batu nisan yang bertuliskan nama Nana. Airmatanya kembali menetes. Ia tidak bisa menahan nya.

“Nana..” gumam nya. “Selamat natal” lanjut nya. Salju masih terus turun hari itu. Airmata nya semakin deras saat ia mengingat saat terakhir nya dengan Nana.
Yukio merasakan sesuatu di kaki nya, ia pun menoleh. Tidak ada apa apa di sana. Hanya ada sebuah tulisan. 
Tulisan..

“Kau harus ceria”

Yukio menghapus airmata nya dan Manahan nya agar tidak keluar lagi. “ah” ia pun mengangguk kecil dan berusaha tersenyum.

Sebuah tulisan kembali muncul di tanah yang di tutupi salju itu.

“Kau tidak ceria”

Yukio kembali meneteskan airmata nya. Dan tulisan kembali muncul untuk kesekian kali nya.

“jangan menangis lagi”

Yukio tersenyum kecil dan menahan airmata nya lagi. “Ah, aku tidak akan menangis”

“buat aku tenang”

Yukio mengangguk kecil dan tersenyum sambil tetap menahan air yang berusaha menyeruak dari mata nya itu.

“tolong lupakan aku.”

Kali ini Yukio tidak dapat menahan nya lagi dan menangis. Ia yakin, Nana yang menuliskan pesan di salju itu. Ia yakin, Nana yang meminta nya.

“Aku akan berusaha melupakanmu. Aku tidak akan membuatmu khawatir lagi padaku. Aku akan menjalani hidupku seperti biasa nya. Aku akan mencari cinta yang baru, dan aku akan bahagia. Aku ingin kau tenang dan bahagia melihatku” ucap Yukio disertai airmata nya yang mengalir dengan deras.

“Nana..” gumam nya. Ia terus menggumamkan nama Nana dalam tangisan nya.

“Arigatou.. Aku akan terus mencintaimu”

Yukio menatap tulisan itu. Ia tetap tidak bisa berhenti menangis. Namun ia berusaha menghentikan airmata nya. Ia pun mulai berdiri dan menatap batu nisan Nana sayu.

“Sayounara. Nana. Aku selalu mencintaimu, meski kau adalah masa laluku” ucap nya sambil tersenyum kecil dan menghapus airmata terakhir nya. Ia pun berjalan keluar dari pemakaman itu.

Sementara itu, sebuah bayangan berdiri di tempat Yukio menangis tadi. Bayangan itu adalah cahaya. Bukan bayangan yang gelap.

Setetes air bening jatuh mengenai tanah bersalju. Yukio kembali menoleh untuk yang terakhir kali nya ke makam Nana. Dan dia juga melihat nya. Cahaya. Ia tersenyum. Namun setitik airmata mengalir di pipi nya. “Nana..” gumam nya. Kristal bening kembali menyeruak keluar dari mata nya.

“Selamat natal, dan selamat tinggal, Yukio-san” gumam cahaya itu yang ternyata adalah Nana. Ia tersenyum dalam tangisan nya. Memberikan perpisahan terakhir pada laki laki yang ia cintai.

Yukio menghapus airmata nya dan tersenyum kecil. Ia kemudian mengangguk. “Ah. Selamat tinggal, Nana-chan” gumam nya.

Cahaya itu sedikit demi sedikit menghilang, seiring dengan hilang nya cahaya itu, Yukio mendengar suara samar samar di telinga nya. Ya. Suara Nana. “Terimakasih. Untuk hari harimu. Terimakasih untuk selalu menjagaku. Aku mencintaimu.”

Yukio tersenyum dan kembali mengangguk sambil tersenyum. “Yah, aku juga mencintaimu” ucap nya. Ia tersenyum kecil sebelum akhir nya benar benar pergi dari pemakaman itu. Ia meyakinkan dirinya sendiri, untuk tidak menangis lagi karena Nana. Agar Nana tenang. Agar Nana tidak khawatir.
 

“Aku senang bertemu dengan dirimu yang lembut. Selamat tinggal hari hariku.. Goobye days..”


~~~TAMAT~~~


1 komentar: